All about Wind

All about Wind

Selasa, 09 November 2010

Berbagi Cerita

Tahun 1990 bulan Agustus tanggal 23, di ruang persalinan RS Nusakambangan seorang wanita sedang berjuang keras antara hidup atau mati. Dengan sekuat tenaga yang dimilikinya, dengan dibantu seorang bidan, wanita itu berusaha untuk mendorong si bayi yang masih dalam perutnya. Pukul 13.00 si bayi pun lahir yang ditandai dengan tangis bayi itu Bayi normal dan sehat dengan berat 26 ons pun lahir. Wajah gembira terpancar dari wanita itu saat melihat buah hati pertamanya yang mungil.

Sekembalinya ke rumah dinas di Candi Nusakambangan, tetangga pun mulai berdatangan. Keluarga ibu dan bapak dari Jogja pun menyempatkan datang untuk menjenguk bayi mungil itu.Bayi mungil itupun diberi nama Winda.
Tiga tahunpun berlalu. Bayi mungil pun sudah tumbuh menjadi balita yang sehat. Saat berusia 3 tahunan, Winda kecil dititipkan pada tetangga sebelah. Karena saat itu ibu kembali ke ruangan yang sama saat tiga tahun yang lalu. Tepatnya tahun 1993 bulan Agustus tanggal 28 pukul 18.00 buah hati ibu keduapun lahir. Winda kecil yang dititipkan pada tetangga pun diberi kabar kalau adik Winda sudah lahir cewek lagi, walaupun awalnya dikira cowok.

Satu tahun setelah lahir adik Winda yang bernama Dwi Artining Tyas, Winda pun mulai bersekolah di Taman Kanak-Kanak Darma Wanita Nusakambangan. Winda mulai bersekolah setiap pagi diantar ibu sambil menggendong si adik. Pulangnya pun kalau tak sibuk ibu akan menjemput juga, tetapi sering tak dijemput. Kesempatan Winda kalau tak dijemput pasti mampir ke “alas” yang banyak alang-alangnya. Mencari apa lagi kalau bukan belalang dan capung. Entah untuk apa serangga-serangga tersebut, tetapi kalau tidak salah, serangga-serangga itu untuk diberikan makan burung milik tetangga. Bisa jadi dibilang kebiasaan Winda yang dilakukan sepulang sekolah. Sampai-sampai kaki semuanya bentol-bentol karenz alang-alang dan nyamuk.

Hanya satu tahun lebih sedikit Winda sekolah di TK Darma Wanita Nusakambangan karena terdengar gosip kalau TK itu akan ditutup karena murid-muridnya hanya sedikit. Tentu saja sedikit karena yang sekolah disana hanyalah anak-anak dari Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di LP Nusakambangan. Termasuk Winda anak dari salah satu Polsuspas LP Nusakambangan tersebut. Orang tua Winda memutuskan untuk menyekolahkan anaknya ke Jogja. Dengan beberapa alasan tentunya. Winda tak mau sekolah TK lagi, sedangkan dengan umur yang segitu untuk mencapai sekolah, Winda harus untuk bangun pagi-pagi menunggu trayek dan menyeberangi laut serta naik becak. Karena sekolahnya hanya ada di daerah kabupaten, Kabupaten Cilacap tentunya. Ibu yang tidak tega anaknya seperti itu, akhirnya memutuskan untuk membawa anak-anaknya bersekolah di Jogja saja. Bapak pun menyetujui keputusan ibu.

Setibanya di Jogja, Winda mulai beradaptasi dengan lingkungan di dusun tempat tinggal Winda yang baru. Waktu itu masih numpang di rumah nenek yaitu di dusun Bongos Gadingsari Sanden Bantul. Ternyata tetangga di sekitar baik-baik dan ramah-ramah. Tetapi dengan logat ngapak Winda yang masih melekat pada diri Winda, Winda selalu diketawain saat ngobrol dengan orang-orang di sana apalagi anak-anak yang sepantaran sama Winda. Itulah yang menyebabkan Winda untuk belajar bahasa Jawa Jogja yang kebanyakan menggunakan huruf “o”.

Winda benar-benar tak mau untuk sekolah di TK lagi. Ibu pun mendaftarkan Winda di SD dekat dengan desa Winda yang di Jogja. SDN Sorobayan 2 yang sekarang hanya SDN Sorobayan saja karena SD itu sudah bergabung dengan SDN Sorobayan 1. Sebenarnya karena umur Winda yang kurang untuk menempati bangku SD, kepala sekolah tak membolehkan Winda sekolah di sana. Tetapi akhirnya Winda boleh juga masuk SD tersebut. Winda mulai bersekolah dan mulai menyesuaikan diri dengan teman-teman yang baru. Sama saja dengan di rumah, masalah logat membuat Winda diketawain di sekolah. Pernah saat di kopsis SD, Winda mau beli jajan Winda diketawain sama kakak kelas yang jaga kopsis, dan karena itulah yang menyebabkan Winda jarang beli jajan di kopsis lagi.

Tetapi berjalannya waktu, Winda sudah terbiasa dengan bahasa Jogja. Pertengahan kelas dua Winda bersama ibu dan adik Winda, menempati rumah yang baru. Kadang bapak berapa bulan sekali juga pulang ke rumah. Dan saat Winda kelas enam SD, adik Winda yang cowok pun lahir dengan nama Rahman Nur Barokah. Anak cowok yang diinginkan orang tua Winda tentunya. Lengkaplah sudah, Winda punya adik cewek dan cowok. Dan tak lama setelah adik terakhir Winda lahir, bapak pun dipindah tugaskan ke Rutan Bantul. Mulai saat itu keluarga Winda sudah kumpul jadi satu lagi.

Setelah enam tahun Winda belajar di SD, Winda diantar bapak pun mendaftar SMPN 1 Sanden. Memang tak terlalu jauh dari rumah, tetapi butuh bersepeda saja untuk sampai sekolah itu. Winda pun menghabiskan study di SMP itu selama tiga tahun yang menurut Winda itu waktu yang singkat. Di SMP itu Winda mulai punya teman dekat yang biasa untuk curhat atau belajar bareng. Ekstrakulikuler KARAWITAN menjadi pilihan Winda untuk belajar alat musik tradisional yang butuh dilestarikan atau sering dikenal dengan “gamelan”. Winda masuk pertama kali langsung dapat alat musik yang dinamakan gong. Karena tak ada yang mau duduk di sana. Belajar demi belajar akhirnya group karawitan SMP Winda mengikuti lomba Karawitan se-SMA Jogja dan juara dua yang kami dapat. Tetapi untuk lomba yang kedua kalinya, selolah kami mendapat juara pertama. Dan dengan uang juara tersebut group karawitan kami bisa berwisata gratis ke Candi Borobudur dan Kaliurang ditambah uang saku tentunya. Serta tampil di acara “Gebyar Putih Biru Yogyakarta” di daerah Benteng Van Den Berg Jogja.

to be continue.....

Selasa, 12 Oktober 2010

Kata-Kata Bijak

“Kita tidak bisa menjadi bijaksana dengan kebijaksanaan orang lain, tapi kita bisa berpengetahuan dengan pengetahuan orang lain”
(Michel De Montaigne)
“Sumber kekuatan baru bukanlah uang yang berada dalam genggaman tangan beberapa orang, namun informasi di tangan orang banyak”
(John Naisbitt)
“Bekerja dengan rasa cinta berarti menyatukan diri kepada diri sendiri, kepada orang lain, dan kepada Tuhan. Tetapi bagaimanakah bekerja dengan rasa cinta itu? Bagaikan menenun kain dengan benang yang ditarik dari jantungmu seolah-olah kekasihmu yang akan memakainya kelak”
(Kahlil Gibran)
“Hari ini, Anda adalah orang yang sama dengan Anda yang lima tahun mendatang, kecuali dua hal; orang-orang di sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda baca”
(Charles)